dipanews.id, Maros – Pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Sulawesi selatan, di Kabupaten Maros. Musim penghujan diperkirakan akan terjadi pada awal Desember mendatang.
Kendati demikian, sejumlah wilayah di Utara Sulawesi selatan telah terjadi hujan beberapa waktu kemarin.
Fenomena hujan tersebut merupakan hujan lokal, yang terjadi antara tanggal 18 sampai 24, yang tidak merata di daerah Sulawesi Selatan.
“Ada beberapa wilayah yang sudah mengalami curah hujan, khususnya daerah utara sulsel misalnya daerah Pinrang, Enrekang, Luwu, itu kita sudah sering membuat peringatan dini curah hujan,” kata Staf Analisis Data dan Informasi BMKG Klimatologi Sulsel, Syamsul Bahri. Pada Kamis kemarin (19/10/2023).
Meski begitu kata dia, musim hujan diperkirakan baru akan terjadi pada November dasarian ke 2, bahkan sampai awal Desember nanti.
“Hasil pantauan kami memang belum masuk musim hujan, sebagaimana hasil prakiraan kami yaitu pada November 2 atau 3 November, dasarian 2 atau 3, November baru masuk musim hujan. Hasil pantauan kami (kemarau) sampai November bahkan mungkin sampai awal Desember,” jelasnya.
Kondisi musim kemarau yang lebih lama dari tahun sebelumnya, dan musim penghujan yang mundur ke belakang ini. Terjadi akibat adanya fenomena El Nino.
“BMKG sudah sering ingatkan bahwa tahun ini kita alami fenomena El Nino, El Nino itu yang membuat musim kemarau kita semakin kering dan musim hujan kita mundur. Biasanya November awal atau Oktober akhir kita sudah masuk musim hujan, tapi karena adanya fenomena itu menyebabkan musim kemarau kita semakin panjang atau awal musim hujan kita mundur ke belakang bisa November 3 atau sampai Desember awal,” terang Syamsul.
Musim kemarau yang lebih lama, berdampak besar terhadap persediaan air yang ada. Olehnya itu, BMKG menyarankan kepada setiap stakeholder dan masyarakat untuk senantiasa lebih bijak dalam menggunakan air.Mengingat kemarau yang terjadi berdampak besar terhadap krisis air bersih di sejumlah wilayah.
“BMKG beberapa bulan sebelumnya sudah memperingati stakeholder bahwa kita akan mengalami kemarau yang panjang mungkin lebih mundur di banding pada umumnya, nah kami dari BMKG cuma bisa menyarankan masalah air, yah lebih bijaklah menggunakan air,” ungkapnya.
Selain fenomena El Nino yang berdampak pada musim kemarau yang lebih lama. Suhu ekstrim yang terasa lebih panas juga terjadi beberapa waktu belakangan ini.
Syamsul menerangkan, kondisi ini dipengaruhi akibat tidak adanya awan yang yang jadi penghalang suhu panas. Belum lagi kelembaban udara yang tinggi menyebabkan suhu udara semakin panas.
“Kita tau pada bulan-bulan sekarang lagi panas karena tidak ada awan tidak ada yang halangi juga panas suhu. Kemudian kita merasa kemarin agak panas sekali, gerah karena secara kelembaban udara itu agak lebih tinggi sehingga menyebabkan suhu udara semakin panas. Kelembaban tinggi tapi matahari masih terik, kelembaban tinggi menyebabkan menahan panas atau uap air itu keluarkan panas laten,” pungkasnya.
Penulis : Tim Liputan
Editor : Asis